ABSTRAK
Sebagai instrument keuangan Islam sukuk
telah menciptakan suatu competitive
advantages bagi pemain di pasar keuangan Islam, dimana mampu menunjang mobilisasi pendanaan dalam
pembangunan perekonomian.
Meski dalam jumlah penerbitan maupun nilai emisi mengalami selalu mengalami
kenaikan, namun pertumbuhannya sukuk korporasi sangatlah lambat.
Secara umum, permasalahan terbagi
menjadi 4 aspek yaitu 1) aspek emiten: kurangnya komitmen, pemahaman, averse to risk, rendahnya rating
perusahaan; 2) aspek investor:
pengetahuan, averse to risk, investor
yang kurang bervariatif, profit oriented;
3) aspek penunjang: insentif, perpajakan, sosialisasi, pemahaman underwriter; 4) aspek pasar: dominan
konvensional, keterbatasan instrument, rendahnya nilai issuance yang tidak
seimbang dengan kebutuhan pasar, pasar sekunder kurang likuid. Oleh karena itu,
penelitan ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang
dominan menjadi hambatan dalam perkembangan sukuk korporasi di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa masalah yang paling dominan diantaranya 1) kurangnya pemahaman
(emiten); 2) pasar
sekunder kurang likuid (pasar); 3) kurangnya
pengetahuan (investor); 4) insentif (penunjang) dan
5) rendahnya nilai issuance yang
tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Adapun alternatif solusi yang dinilai
paling utama terdiri dari 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan
regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; dan 5) adanya insentif. Berdasarkan kendall’s coefficient of concordance (W) menunjukan adanya tingkat
kesesuaian (rater agreement) yang relatif
lebih besar pada responden praktisi dibandingkan dengan pakar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan
instrument keuangan sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih
dipertimbangkan.
Klassifikasi JEL :
C14, G39
Kata kunci : ANP, Sukuk
Korporasi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep keuangan dunia berbasis syariat
Islam dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satunya dengan
peranan instrumen investasi berupa sukuk atau yang dikenal pula dengan obligasi
syariah. Perkembangan produk sukuk bermula terjadi di negara-negara Timur Tengah,
Asia Tenggara, hingga kini meluas ke berbagai negara Eropa dan Asia lainnya.
Beberapa negara yang cukup aktif dalam pasar sukuk global dengan berdenominasi
mata uang lokal maupun dolar antara lain Malaysia, UAE, juga Bahrain dan
Inggris. Adapun pertumbuhan hingga dua bulan pertama di 2011, penjualan sukuk
global mencapai 2,8 miliar dolar AS, meningkat pesat dibanding periode yang
sama tahun lalu yang sebesar 676 juta dolar AS (Global Sukuk
Markets, 2011).
Tatanan sistem keuangan yang didasari upaya menggerakan sektor riil serta
dukungan regulasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2002, Dewan Syariah Nasional
mengeluarkan fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang obligasi syariah. Sebagai
implementasi atas fatwa tersebut, perkembangan sukuk dimulai pada Oktober 2002 ketika
PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang pertama kali di pasar modal. Selain itu, disahkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) atau UU SBSN menjadi saat yang penting bagi
pengembangan pasar sukuk. Hingga perkembangan
selanjutnya pada tahun 2010 muncul fatwa No: 76/DSN-MUI/ VI/2010 mengenai SBSN Ijarah Asset To Be Leased dengan memperluas struktur penerbitan. Undang-undang
dan fatwa tersebut diharapkan mampu menunjang aspek regulasi dalam
penerbitan sukuk sehingga mendorong perkembangan sukuk domestik termasuk pasar
sukuk korporasi.

Ket:
*Data hingga Agustus 2011
Sumber: Laporan Statistik Bapepam-LK
Grafik 1.1 Perkembangan Total Nilai Emisi
Sukuk Korporasi, Sukuk Negara dan Obligasi
Sejak pertama kali
diterbitkan pada tahun 2002 perkembangan jumlah nilai emisi sukuk mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan pasar modal syariah salah satunya
ditandai dengan maraknya penawaran umum sukuk dengan akad ijarah, dan pada
saaat itu nilai emisi sukuk tumbuh sebesar 92% sebesar Rp 1.424 trilyun. Hal
ini sejalan dengan diterbitkannya fatwa No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi
syariah ijarah. Dapat dilihat pula kenaikan terjadi di tahun 2007 hingga 2008
yang cukup signifikan sebesar 39% dan 73% dimana aspek pendorongnya adalah
telah terbitnya paket peraturan No.IX.A.14 tahun 2006 tentang penerbitan efek
syariah dan akad yang digunakan di dalamnya.
Kenaikan juga terjadi
pada tahun 2009 dengan nilai emisi Rp 5.6 trilyun, peningkatan ini antara lain
disebabkan oleh penurunan suku bunga bank, sehingga obligasi menjadi sumber
pendanaan yang relatif lebih murah. Selain itu, terbitnya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tahun 2008 telah dapat
dijadikan acuan bagi sukuk korporasi. Meski secara pertumbuhan mengalami
penurunan, nilai
total emisi sukuk pada tahun 2010 tetap mengalami kenaikan yaitu mencapai Rp7.715 trilyun dibandingkan emisi di akhir
2009 sebesar Rp7.015 trilyun.
Dari data perkembangan sukuk diatas,
dapat dilihat bahwa meski dalam jumlah penerbitan maupun nilai emisi mengalami
selalu mengalami kenaikan, namun pertumbuhan sukuk korporasi sangatlah lambat
Jika dibandingkan obligasi, walaupun pertumbuhannya obligasi juga terbilang
lambat, namun secara perbandingan nilai emisi, emisi sukuk korporasi sangatlah
kecil. Adapun melihat sukuk negara sebagai instrumen syariah pula, menunjukan
pertumbuhan yang lebih cepat dimana tahun terakhir mencapai 46%. Hal itu
mengindikasikan adanya masalah tertentu yang menghambat pertumbuhan sukuk
korporasi.
Kondisi demikian sebagaimana juga
dikemukakan oleh Rahmany (2010), ia menyatakan bahwa meski penerbitan sukuk
sepanjang 2010 menunjukkan peningkatan, penerbitan obligasi korporasi yang berbasis syariah di
Indonesia masih rendah. Berdasarkan uraian diatas, mengingat pasar sukuk memiliki potensi yang
sangat besar, namun masih dihadapkan pada pertumbuhan yang relatif lambat, maka
penulis bermaksud menganalisis permasalahan yang muncul dalam upaya
perkembangan sukuk korporasi, khususnya di Indonesia secara komprehensif dan
sistematis.
II.
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Definisi Sukuk
Istilah sukuk berasal dari bahasa Arab
yang merupakan bentuk jamak dari ‘sakk’ yang berarti dokumen atau sertifikat.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Finance Institution
(AAOFI, 2008):
“Sukuk
are certificates of equal value representing undivided shares in ownership of
tangible assets, usufruct and services or (in the ownership of) the assets of
particular projects or special investment activity.”
Adapun
menurut Islamic Financial Services Board (IFSB, 2009) definisi sukuk adalah:
“Certificates
with each sakk representing a proportional undevided ownership right in
tangible assets, or pool of predominantly tangible assets, or a business venture
(such a mudharabah).”
Dari definisi diatas, sukuk dapat
diartikan sebagai sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian
kepemilikan yang sepenuhnya terhadap asset yang tangible, manfaat dan jasa, kepemilikn asset atas suatu proyek,
atau kepemilikan dalam aktivitas bisnis atau investasi khusus. Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13 tahun
2009 mengenai penerbitan efek syariah, sukuk
adalah Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama
dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided
share)) atas:
a) aset
berwujud tertentu (a’yan maujudat);
b) nilai manfaat atas aset
berwujud (manafiul a’yan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan
ada;
c) jasa (al khadamat) yang
sudah ada maupun yang akan ada;
d) aset proyek tertentu (maujudat
masyru’ mu’ayyan); dan/atau
e) kegiatan investasi yang
telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah).
Di
Indonesia, pada awalnya sukuk lebih dikenal dengan
istilah obligasi Syariah. Namun, sejak peraturan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM) No.IX.13.A mengenai Penerbitan Efek
Syariah dan ditetapkannya UU. No.19/2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara, istilah sukuk menjadi lebih sering digunakan.
2.2 Analisis Aspek Syariah
Dari
sisi syariah, keseluruhan transaksi harus tunduk kepada hukum islam, sebelum
menjadi istilah dalam capital dan financial market dengan segala
distorsinya akibat berbagai penyalahgunaan, trading secara substansi merupakan
aktivitas jual beli atau bai’. DSN-MUI dalam Fatwa No. 40 tahun 2003
juga membolehkan adanya transaksi efek dengan batasan-batasan bahwa transaksi
harus dilakukan menurut prinsip kehatihatian serta tidak diperbolehkan
melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar,
gharar, riba’, maysir, risywah, maksiat dan
kezaliman (Tim Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah Bapepam,2010).
Menurut
(Al Zuhayli, 2001) prinsip umum syariah dalam jual beli sebagaimana dapat
disimpulkan dari pendapat para ulama
dalam kitab-kitab fiqih yaitu :
1. Pada
dasarnya diperbolehkan transaksi jual beli sebagai salah satu sarana yang baik
dalam mencari rezki (QS. al-Baqarah: 194, an-Nisa’: 29).
2. Barang
ataupun instrumen yang diperjualbelikan itu harus halal sehingga dilarang
menjualbelikan barang haram seperti miras, narkoba, bunga bank ribawi (QS.
al-Maidah: 3, 90).
3. Bermanfaat
dan bermaslahat dengan adanya nilai guna bagi konsumen maupun pembeli serta
tidak membahayakan.
4. Barang
yang diperjualbelikan harus jelas keadaannya, sifat-sifatnya, kualitasnya
jumlah dan satuannya dan karakteristik lainnya.
5. Dilakukan
proses “ijab qabul” baik dalam arti tradisionalnya maupun modern.
seperti dalam paper trading yang menampilkan dokumen dagang berupa
kertas maupun elektronic trading/ e-commerce yang menampilkan
data komputer dan data elektronik lainnya (paperless trading). Kedua
media tersebut substansinya menunjukkan sifat barang, mutu, jenis, jaminan atas
kebenaran data dan dokumen serta bukti kesepakatan transaksi (dealing).
6. Transaksi
dilangsungkan atas dasar saling sukarela (‘an taradhin), kesepahaman dan
kejelasan (QS. an-Nisa’: 29).
7. Tidak
ada unsur penipuan maupun judi (gambling) (QS. al-Baqarah: 278, al-
Maidah: 90).
8. Dalil
umum transaksi jual-beli dalam Allah berfirman:
“…dan
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS.
al-Baqarah: 275). “Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,…” (QS. an-Nisa’: 29). “Hai
orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…” (QS. al-Ma’idah: 1).“…kamu
tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah: 279).
2.3 Perbandingan karakteristik Sukuk dan
Obligasi
Keunggulan sukuk terletak pada
strukturnya yang berdasarkan aset nyata. Hal ini memperkecil kemungkinan
terjadinya fasilitas pendanaan yang melebihi nilai dari aset yang mendasari
transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas bagian pendapatan yang dihasilkan
dari aset sukuk di samping hak dari penjualan aset sukuk (Tim Kajian Bapepam
LK, 2009).
Secara
ringkas, perbandingan karakteristik sukuk dan obligasi dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik Sukuk
dan Obligasi
Deskripsi
|
Sukuk
|
Obligasi
|
Penerbit
|
Pemerintah,
korporasi
|
Pemerintah,
korporasi
|
Sifat
instrument
|
Sertifikat
kepemilikan/penyertaan atas suatu asset
|
Instrumen
pengakuan utang
|
Penghasilan
|
Imbalan,
bagi hasil, margin
|
Bunga/kupon,
capital gain
|
Jangka
waktu
|
Pendek-menengah
|
Menengah-panjang
|
Underlying
asset
|
Diperlukan
|
Tidak
diperlukan
|
Pihak
yang terkait
|
Obligor,
SPV, investor, trustee
|
Obligor/issuer,
investor
|
Price
|
Market
Price
|
Market
Price
|
Investor
|
Islami,
konvensional
|
Konvensional
|
Pembayaran
pokok
|
Bullet
atau amortisasi
|
Bullet
atau amortisasi
|
Penggunaan
hasil penerbitan
|
Harus
sesuai syariah
|
Bebas
|
Sumber:
Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah.www.dmo.or.id
Obligasi konvensional diterbitkan dengan
menjanjikan hasil dengan kupon yang tetap (fixed),
mengambang (floating) atau dapat juga
dengan diskonto (zero coupon bond),
sedangkan obligasi syariah diterbitkan dengan beberapa akad antara lain akad
ijarah memperoleh hasil tetap (fixed),
akad mudharabah/musyarakah dengan tingkat hasil yang mengambang (floating), atau dengan akad istishna
yang dapat disamakan dengan zero coupon
bond (Amir, 2007).

2.4
Jenis
Sukuk
Berbagai jenis struktur sukuk yang
dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for
Islamic Financial Institution (AAOIFI) dan sesuai pula dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional tentang Obligasi Syariah. Jenis struktur tersebut antara lain:
1.
Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan
berdasaarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri
atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset
kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpaa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri.

Sumber: Materi Seminar Potensi Sukuk
BUMN PT PLN, 2011
Gambar 2.1 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Ijarah PLN 2010
2.
Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan
berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal
(rab al-maal) dan pihak lain
menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib),
keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang
telah disetujui sebelumnya.

Sumber:
PSTTI – Universitas Indonesia, 2010
Gambar 2.2 Contoh Skema Penerbitan Sukuk Mudharabah
Indosat 2002
3.
Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan
berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih
bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek yang telah ada, atau
membiayai kegiatan usaha.
4.
Istisna’,
yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’ dimana
para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang.
Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan
terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
5.
Salam
merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga
terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
2.5 Faktor
Pendukung Pengembangan Sukuk
Aspek Pasar Sukuk Komersial
Aspek pasar sukuk komersial menunjukan
perkembangan mekanisme transaksi dan penerbitan sukuk. Berikut merupakan
beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan sukuk:
Tabel
2.2 Aspek Pasar Pendukung Pengembangan
Sukuk
Market
& Commercial Consideration
|
Legal & Regulatory
Framework:
·
Debt vs Equity-sukuk understood
as debt/fixed income instrument
·
Tax issues,etc
|
Commercial competitiveness:
·
Sukuk vis-Ã -vis conventional
bonds
|
Issuer’s concern:
·
Cost efficiency
·
Timeliness of transaction
·
Understanding & familiarity
|
Investor’s protection
·
Equity-based sukuk
·
Disclosures
·
Ability to take collaterals,
credit enhancements
|
Investors appetite:
·
Market understanding and
familiarity
·
Risk/return considerations
|
Sumber: Securities Commision Malaysia, 2009
1.
Aspek sharia compliance
Tabel
2.3 Aspek sharia compliance Pendukung
Pengembangan Sukuk

2.2 Penelitian Terdahulu
2.2 Penelitian Terdahulu
Nama
|
Judul
|
Metode
|
Hasil
|
|
Al Bashir, 2001
|
The Islamic Bonds Market: Possibilities and Challenges
|
Analisis deskriptif
|
terdapat masalah yang menghambat berkembangnya pasar sukuk,
yaitu kurangnya aplikasi terkait inovasi struktur
|
|
Tariq, 2004
|
Managing Financial Risks Of Sukuk Structures”, dissertation
|
Analisis deskriptif
|
adanya tantangan dalam pengembangan instrumen sukuk, yaitu
masalah evolusi, resiko (likuiditas, market liquidity, asymetric
information), underlying principle, struktur sukuk, dan competitiveness
|
|
Nasution, 2006
|
Indonesian Sovereign Sukuk : Prospect and Policy
|
Analisis deskriptif
|
tantangan prospek pengembangan sukuk antara lain: pendirian SPV
, penyediann underlying aset, dukungan regulasi, dan kejelasan roadmap
|
|
Pramono, 2006
|
Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan
Infrastruktur;Tantangan dan Inisiatif Strategis
|
Analisis deskriptif
|
aspek operasional, regulasi dan infrastruktur, ketentuan fiqh
dan hukum hukum formal, dan integritas status hukum SPV
|
|
Ascarya dan Yumanita,
2007
|
Comparing the Development of Islamic Financial/Bond Market in
Malaysia and Indonesia
|
Analisis deskriptif
|
permasalahan sukuk korporasi di Indonesia antara lain:masih
rendahnya komitmen pemerintah, kerangka hukum masih relatif minim, kurangnya
dukungan SDM dan kurangnya sosialisasi edukasi
|
|
M.Idris, 2007
|
Evaluation of Research Development on the Islamic Securities
(Sukuk)
|
Analisis deskriptif
|
dibutuhkannya inovasi, kondisi politik yang fleksibel, dan
inisiatif pemerintah terkait aspek hukum
|
|
Jobst, 2008
|
Islamic Bond Issuance-What Sovereign Debt Managers Need to Know
|
Analisis deskriptif
|
adanya masalah yang sering dihadapi pasar sukuk terutama negara
yang menganut dual system,antara lain:aspek legal dan regulatory framework,
design inovasi struktur,dan eksternalitas dari aspek politik
|
|
Ascarya, 2010
|
The Development of Islamic Financial System in Indonesia and the
Way Forward
|
Analisis deskriptif
|
masih dibutuhkannya pemahaman dari para pelaku pasar khususnya
pihak korporasi, dan keterbatasan instrumen yang diperdagangkan
|
2.6 Ringkasan Penelitian
Terdahulu
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang
digunakan merupakan data primer yang didapat dari hasil wawancara (indepth
interview) dengan dengan pakar dan praktisi, yang memiliki pemahaman
tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada
pertemuan kedua dengan responden.
3.2.
Populasi dan Sampel
Pemilihan
responden pada penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan pemahaman responden
terhadap permasalahan dalam pengembangan sukuk
korporasi di Indonesia. Jumlah responden dalam penelitian ini
terdiri dari lima orang pakar dan praktisi dengan pertimbangan
berkompeten. Syarat responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah
orang-orang yang menguasai atau ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden
yang dipilih dalam survey ini adalah para pakar/peneliti ekonomi Islam dan
praktisi yang berkecimpung dalam pasar modal syariah, khususnya sukuk.
3.3 Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian analisis
kualitatif-kuantitatif dimana bertujuan untuk menangkap suatu nilai atau
pandangan yang diwakili para pakar dan praktisi syariah tentang penerbitan
sukuk negara di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah metode ANP dan
diolah dengan menggunakan software “Super
Decision”.
3.3.1
Gambaran Umum Metode ANP
Analytic Network Process (ANP) juga
merupakan teori matematis yang mampu menganalisa pengaruh dengan pendekatan
asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk permasalahan. Metode ini digunakan dalam
bentuk penyelesaian dengan pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah
secara penguraian sintesis disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan
pengaruh prioritas terbesar. ANP juga
mampu menjelaskan model faktor-faktor
dependence serta feedback nya secara
sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan pertimbangan dan validasi atas
pengalaman empirical. Struktur jaringan yang digunakan yaitu benefit, opportunities, cost and risk
(BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi
dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi output atau keputusan yang
dihasilkan (Saaty, 2006).
3.3.2 Landasan ANP
ANP
memiliki empat aksioma yang menjadi landasan teori, antara lain (Saaty, 2006):
1. Resiprokal; aksioma
ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah nilai pembandingan pasangan dari
elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya C, yang menunjukkan berapa kali
lebih banyak elemen A memiliki apa yang dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/
Pc (EA,EB). Misalkan, jika A lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5
dari besar A.
2.
Homogenitas; menyatakan
bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur kerangka ANP sebaiknya
tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya
kesalahan dalam menentukan penilaian elemen pendukung yang mempengaruhi keputusan.
Tabel
3.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala Numerik
Definition
|
Intensity
of Importance
|
Equal Importance
|
1
|
Weak
|
2
|
Moderate importance
|
3
|
Moderate plus
|
4
|
Strong importance
|
5
|
Strong Plus
|
6
|
Very strong or demonstrated importance
|
7
|
Very,very strong
|
8
|
Extreme importance
|
9
|
Sumber : Saaty, 2006
3. Prioritas; yaitu
pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan sebagai
ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition;
diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam komponen-komponen yang
membentuk bagian berupa cluster.
3.3.3
Tahapan
Penelitian
Tahapan pada
metode ANP antara lain:

Sumber: (Ascarya, 2010)
Gambar
3.1 Tahapan Penelitian
1.
Konstruksi Model
Konstruksi
model ANP disusun berdasarkan literature
review secara teori maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan
praktisi sukuk serta melalui indepth
interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh
permasalahan yang sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam kuesioner ANP
berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam
cluster untuk mengetahui mana diantara keduanya yang lebih besar
pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil penilaian kemudian
dikumpulkan dan diinput melalui software super decision untuk diproses sehingga
menghasilkan output berbentuk prioritas dan supermatriks. Hasil dari setiap
responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri (Ascarya, 2011).
3. Sintesis dan
Analisis
a. Geometric Mean
Untuk
mengetahui hasil penilaian individu dari para responden dan menentukan hasil
pendapat pada satu kelompok dilakukan penilaian dengan menghitung geometric mean (Saaty, 2006). Pertanyaan
berupa perbandingan (Pairwise comparison)
dari responden akan dikombinasikan sehingga membentuk suatu konsensus. Geometric
mean merupakan jenis penghitungan rata-rata yang menunjukan tendensi atau nilai
tertentu dimana memiliki formula sebagai berikut (Ascarya, 2011) :

b. Rater Agreement
Rater
agreement
adalah ukuran yang menunjukan tingkat kesesuaian (persetujuan) para responden
(R1-Rn) terhadap suatu masalah dalam satu cluster. Adapun alat yang digunakan
untuk mengukur rater agreement adalah Kendall’s
Coefficient of Concordance (W;0 < W≤ 1). W=1 menunjukan kesesuaian yang
sempurna (Ascarya, 2010).
Untuk
menghitung Kendall’s (W), yang pertama adalah dengan memberikan ranking pada
setiap jawaban kemudian menjumlahkannya.

Nilai rata-rata
dari total ranking adalah:

Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:

Sehingga diperoleh Kendall’s W, yaitu:

Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan
bahwa penilaian atau pendapat dari para responden memiliki kesesuaian yang
sempurna. Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau semakin mendekati 0, maka
menunjukan adanya ketidaksesuaian antar jawaban responden atau jawaban
bervariatif (Ascarya, 2011).
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Dekomposisi
4.1.1 Identifikasi Masalah
Permasalahan
yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan sukuk korporasi di Indonesia
dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek emiten, investor,
penunjang dan pasar. Cluster-cluster secara keseluruhan dikelompokan menjadi
cluster problem dan solusi.
a.
Problem
Emiten
1.)
Lack
of commitment; kurangnya komitmen dari perusahaan dalam keinginan
menerbitkan instrumen sukuk sebagai alternatif sumber pendanaan jangka panjang
yang utama. 2.) Lack of understanding; kurangnya pemahaman emiten yang turut
menyebabkan kurangnya minat untuk menerbitkan sukuk. 3.) Averse to risk; bagi perusahaan yang belum pernah menerbitkan,
sukuk merupakan instrumen baru yang tentu membutuhkan pertimbangan khusus. Perusahaan
tidak mau mengambil resiko banyak dengan penerbitan instrumen baru sehingga
lebih memilih cukup menerbitkan obligasi yang telah dipakai lebih dulu. 4.) Rendahnya
rating perusahaan; rating perusahaan menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam menerbitkan sukuk. Perusahaan dengan rating yang tergolong
dalam investment grade (A,BBB+)
memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap pasar.
b. Problem Investor
1.) Lack of
knowledge; yaitu masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh investor.
Dalam hal ini, investor belum mengetahui karakteristik dan kelebihan yang
dimiliki sukuk. 2.) Averse to risk; resiko yang dipertimbangkan investor salah satunya adalah resiko
pengembalian pada sukuk mudharabah yang
bergantung pada kinerja perusahaan. Selain itu, menurut Tim Kajian Bapepam LK
(2010) investor juga dihadapkan dengan resiko likuiditas di pasar sekunder yang
pertumbuhannya cenderung lambat. 3.) Investor
yang kurang bervariatif; sukuk memiliki peluang investor yang lebih luas baik
investor syariah maupun konvensional,
yang berasal dari perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana, serta BUMN.
Namun, pada kenyataannya sukuk lebih didominasi terserap oleh asuransi
konvensional dan perbankan syariah. 4.) Profit
oriented dan floating mayority;
yaitu investor cenderung bersikap konservatif dengan memilih mana yang lebih
menguntungkan tanpa melihat dan mempertimbangkan aspek syariah. Investor akan
berminat membeli sukuk jika memang dinilai mampu memberikan imbal hasil yang
lebih tinggi dibandingkan instrumen konvensional.
c. Problem Penunjang
1.)
Tidak adanya insentif dari pemerintah;
sukuk merupakan alternatif produk pendanaan yang baru jika dibandingkan
instrumen lainya yang telah muncul seiring berkembangnya sistem keuangan
konvensional. Sehingga diharapkan pemerintah dapat memberikan perlakuan khusus
demi mendorong berkembangnya pasar sukuk yaitu dengan adanya insentif bagi
emiten maupun investor. 2.) Kejelasan regulasi perpajakan; peraturan perpajakan
menjadi unsur penting yang menentukan minat terhadap instrumen sukuk. Meski
beberapa pakar menilai masalah perpajakan sudah dapat teratasi, namun sebagian
menilai belum ada ketentuan baku yang khusus. 3.) Kurangnya sosialisasi; masih kurangnya
pemberian pengetahuan secara khusus instrumen pasar modal syariah yaitu sukuk
kepada masyarakat turut menjadikan pula banyaknya pelaku pasar yang tidak
mengetahui secara jelas karakteristik dan aplikasi sumber pendanaan melalui
instrumen sukuk. 4.) Terbatasnya pemahaman penjamin emisi (underwriter); Saat ini penjamin emisi yang aktif dan mengerti akan
penebitan sukuk masih terbatas. Penjamin emisi disamping harus memiliki
strategi promosi yang baik juga harus mampu menciptakan inovasi produk dan
paham jelas karakteristik yang dimiliki sukuk.
d. Problem
Pasar
1.)
Conventional
dominant;
pada kondisi financial dual system Instrumen
keuangan termasuk sukuk dihadapkan pada persaingan dengan obligasi sehingga
timbul tantangan tersendiri untuk dapat lebih meningkatkan trend sukuk. Selain
itu, juga mengingat pasar obligasi khususnya memang lebih banyak diserap oleh
pasar konvensional. 2.) Keterbatasan instrumen; saat ini sukuk masih memiliki
keterbatasan dalam segi jenis akad maupun jangka waktu (tenor). Sukuk yang
telah diaplikasikan baru terdiri dari sukuk dengan skim ijarah dan mudharabah. 3.)
Nilai issuance atau emisi yang
rendah, yang tidak sesuai dengan permintaan investor; pada kondisi pasar,
sering terjadi ketidakseimbangan antara demand
dan supply dimana jumlah supply yang
ada tidak mampu memenuhi kebutuhan investor atau dapat dikatakan masih
terbatas. 4.) Pasar sekunder yang kurang likuid; kecenderungan investor dengan hold to maturity dan jumlah seri yang
diperdagangkan terbatas menyebabkan rendahnya nilai transaksi di pasar
sekunder, sehingga likuiditas pasar
menurun dan akibatnya investor akan cenderung meminta imbal hasil yang lebih
tinggi dari obligasi.
Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan antara
lain:
a.
Solusi
Fundamental
1.) Pendidikan
formal; 2.) Melakukan sosialisasi intensif, terarah dan
terpadu; 3.) Mengoptimalkan Good
Corporate Governance dalam upaya meningkatkan performa perusahaan; 4.)
Meningkatkan dan menyempurnakan peran profesi dan lembaga penunjang serta
penyusunan pedoman baku operasional;
b.
Solusi
Teknikal
1.) Melakukan inovasi produk dalam segi jenis akad
maupun jangka waktu; 2.) Pemberian
insentif kepada emiten maupun investor; 3.)
Marketing, khususnya kegiatan promosi; 4.) Program pelatihan (training,workshop)
oleh pemerintah, swasta, maupun asosiasi.
c.
Solusi
Makro strategi
1.) Meningkatkan
basis investor domestik dan membuka pasar bagi investor asing terutama investor
timur tengah yang khusus concern pada
sharia compliant investment. 2.)
Dorongan pada BUMN; 3.) Menyediakan edukasi dan pelatihan khusus kepada
penjamin emisi; 4.) Penerapan directed market driven, yaitu strategi
mengikuti pasar dengan mengarahkan secara tidak langsung kearah yang
diinginkan.
d.
Solusi
Roadmap
1)
Penyempurnaan regulasi; perpajakan dan
pedoman baku mekanisme penerbitan, 2) Penyusunan grand design pola edukasi dan promosi oleh Bapepam-LK yang bekerja
sama dengan pelaku dan asosiasi sebagai acuan bersama, 3) Meningkatkan pengembangan SDM untuk
kompetensi, pengalaman, dan moral melalui penerapan standar kualifikasi
dan sertifikasi bagi para professional, 4) Konvergensi sharia compliance dan best
practice global, yaitu adanya penyesuaian dan upaya harmonisasi terhadap
infrastruktur internasional, seperti AAOIFI (Accounting and Auditing of International Financial Institution),
IIFM (International Islamic Financial
Market), IFSB (International
Financial Sharia Board).
4.1.2
Jaringan ANP

Gambar
4.3 Jaringan ANP
4.2 Pairwise
Comparison
Untuk
menjawab pertanyaan, tabel dilengkapi pula dengan deskripsi skala/rating yang
akan digunakan serta responden diberikan lampiran jaringan ANP yang telah disusun.
4.3 Hasil
Keseluruhan Geometric Mean
Hasil yang diperoleh memperlihatkan
secara statistik konsensus dari para pakar dan praktisi yang secara keseluruhan
terdiri dari 10 responden. Pada gambar 4.4 di bawah ini, untuk hasil para pakar
menunjukan bahwa emiten dan penunjang merupakan dua aspek yang paling penting,
dengan nilai rater agreement yang
cukup besar (We=0.676). Sedangkan untuk praktisi, aspek yang paling penting
adalah aspek pasar dan emiten, dengan nilai rater
agreement yang lebih rendah yaitu (Wp=0.213).
Secara keseluruhan, sebagaimana hasil
dari para pakar menunjukan aspek emiten sebagai aspek yang paling penting yang
harus diperhatikan dari masalah perkembangan sukuk korporasi, diikuti oleh
aspek penunjang, pasar dan aspek investor, dengan tingkat rater agreement (W=0.154).

Ket: W= Kendall’s
coefficient of concordance
Wp=
Kendall’s coefficient praktisi
We=
Kendall’s coefficient pakar
Gambar
4.4 Prioritas Aspek Problem
Dalam problem
emiten, sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.5 baik pakar maupun praktisi
setuju bahwa memang terdapat masalah yang krusial dalam segi emiten, dengan
nilai rater agreement yang tinggi sebesar
(Wp=0.668) dan (We=0.584). Adapun hal yang menjadi perhatian bagi keduanya
yaitu masih kurangnya pemahaman dari emiten dan komitmen. Begitupun secara
keseluruhan, problem yang paling krusial selanjutnya adalah kurangnya komitmen,
averse to risk dan hambatan rendahnya
rating perusahaan dengan tingginya nilai rater
agreement sebesar (W=0.613).

Gambar 4.5
Prioritas Problem Emiten
Untuk
problem investor, yaitu ditunjukan pada gambar 4.6 para pakar
berpendapat bahwa masalah yang paling penting terletak pada hal profit oriented
dan floating mayority dan kurangnya pengetahuan, dengan nilai (We=0.146). Sedangkan
praktisi sukuk percaya bahwa kurangnya pengetahuan investor tetap merupakan
problem yang utama, kemudian masalah averse
to risk, dengan nilai rater agreement
yang lebih besar yaitu (Wp=0.388). Secara keseluruhan, kurangnya pengetahuan
menjadi problem yang menjadi perhatian lebih dari pendapat pakar maupun
praktisi dengan (W=0.137).

Gambar 4.6
Prioritas Problem Investor
Pada
gambar 4.7 dapat dilihat bahwa dalam problem penunjang para pakar
menilai bahwa aspek yang paling bermasalah adalah kurangnya insentif dari
pemerintah dan pemahaman underwriter,
dengan nilai rater agreement We=0.1. Begitupula berdasarkan hasil untuk
praktisi, insentif juga merupakan aspek yang paling penting, diikuti kemudian
aspek sosialisasi dengan besar nilai rater
agreement yang lebih tinggi sebesar (Wp=0.328). Secara keseluruhan, pakar dan praktisi menyatakan
bahwa insentif memang menjadi perhatian khusus, diikuti oleh aspek sosialisasi,
regulasi, dan pemahaman underwriter
dengan rater agreement yang relatif rendah yaitu (W=0.097)
artinya jawaban para responden cenderung bervariasi.

Gambar 4.7
Prioritas Problem Penunjang
Pada problem
pasar (gambar 4.8) hasil pendapat pakar menunjukan bahwa keterbatasan
instrument menjadi aspek yang paling penting, diikuti kemudian terkait
rendahnya likuiditas di pasar sekunder dengan nilai (We=0.34). Lain halnya
dengan praktisi sukuk yang memperlihatkan rendahnya likuiditas yang merupakan
permasalahan yang paling utama baru diikuti oleh terbatasnya instrument yang diperdagangkan,
namun dengan lebih tingginya nilai rater
agreement sebesar (Wp=0.68). Secara total, dapat diperoleh hasil dengan
rendahnya likuiditas menjadi masalah yang utama, namun diikuti aspek
terbatasnya besar nilai issuance yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pasar, terbatasnya
instrument dan conventional dominant sebesar (W=0.475).

Gambar 4.8 Prioritas
Problem Pasar
Untuk aspek solusi, sebagaimana yang
ditunjukan pada gambar 4.9 yang terdiri hasil geometric mean secara keseluruhan dan individu memperlihatkan bahwa
bagi pakar, solusi teknikal merupakan solusi yang paling utama diikuti oleh
makro strategi. Dalam hal ini, pakar memiliki tingkat rater agreement sebesar (We=0.328). Sedangkan untuk praktisi sukuk,
sebaliknya bahwa makro strategi menjadi solusi yang lebih penting dan kemudian
aspek teknikal dengan rater agreement
yang lebih rendah (Wp=0.212). Hasil yang diperoleh secara keseluruhan, urutan
prioritas terdiri dari aspek teknikal, makro strategi, roadmap, dan fundamental
dengan nilai rater agreement yang
rendah sebesar (W=0.017) yang artinya bahwa pendapat para responden
bervariatif.

Gambar 4.9
Prioritas Aspek Solusi
4.4 Ringkasan Hasil
Hasil menunjukan bahwa tingkat
kesesuaian aspek antar responden secara keseluruhan relative rendah, dengan
nilai koefisien (W=0.154). Namun, tingkat kesesuaian yang lebih besar ada
diantara responden pada pakar sebesar (We=0.676) dibandingkan dengan tingkat
kesesuaian antar praktisi yaitu (Wp=0.213). Para pakar memiliki tingkat
kesesuaian paling tinggi pada problem emiten sebesar (We=0.584) dengan solusi
macro (We=0.222). Secara detail, pakar sepakat pada masalah kurangnya pemahaman
pada problem emiten (Wp=0.584), profit
oriented dan floating mayority
pada problem investor (Wp=0.146), insentif pada problem penunjang (Wp=0.1) dan
terbatasnya instrument pada problem pasar (Wp=0.34). Secara keseluruhan, semua
responden memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi pada problem emiten
(W=0.613) dan problem pasar (W=0.475).

Gambar 4.10 Prioritas Aspek Problem
Pada gambar 4.10 diatas, hasil geometric
mean seluruh responden menunjukan urutan aspek secara prioritas yaitu 1)
problem emiten; 2) problem penunjang; 3) problem pasar; dan 4) problem
investor. Berikut hasil perbandingan seluruh elemen yang terdapat pada aspek
problem:

Gambar 4.11 Uraian Prioritas Problem Perkembangan Sukuk
Korporasi
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat
kontribusi masing-masing elemen pada setiap aspek. Jika elemen masalah dalam upaya
meningkatkan perkembangan sukuk korporasi secara keseluruhan dikombinasikan,
maka menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman (lack of understanding) (emiten); 2)Pasar
sekunder kurang likuid (pasar); 3)kurangnya pengetahuan dari (lack of knowledge) (investor); 4)
insentif(penunjang);

Gambar 4.12 Prioritas Aspek Solusi
Pada
gambar 4.12 diatas, hasil geometric
mean seluruh responden menunjukan urutan aspek solusi secara prioritas
yaitu 1)Solusi Teknikal; 2)Makro strategi; 3)Roadmap; dan solusi fundamental.
Berikut hasil perbandingan seluruh elemen yang terdapat pada aspek solusi:

Gambar 4.13 Uraian Prioritas Solusi
Jika membandingkan elemen secara
keseluruhan, sebagaimana ditunjukan pada gambar 4.13,
dapat dilihat bahwa urutan prioritas solusi yang mampu menyelesaikan
permasalahan terdiri dari: 1) sosialisasi intensif; 2) dorongan BUMN; 3)
penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi produk; 5) insentif.
4.5 Analisis
Sejak muncul hingga berkembangnya
sukuk korporasi di Indonesia, telah dihadapkan pada berbagai hambatan dan
permasalahan. Hal ini menjadi perhatian khusus dari para pakar dan para
praktisi mengingat potensinya yang cukup besar sebagai instrumen keuangan
islam, sehingga perlu adanya upaya-upaya strategis dalam mendorong
pertumbuhannya.
Penelitian pada Ascarya
(2010) mengungkapkan hambatan yang masih terdapat dalam sukuk korporasi antara
lain: a) kurangnya pemahaman dari korporasi selaku emiten; b) kurangnya profesi
penunjang yang mengerti akan instrumen syariah dan berasal dari konvensional;
c) terbatasnya instrumen yang diperdagangkan. Penulis mencoba membandingkan
hasil penelitian tersebut (tabel 4.4) dengan melihat kondisi telah terbitnya UU
N0.19 tahun 2008 tentang SBSN.
Adapun prioritas strategi yang dapat dilakukan antara lain:a.)
dukungan aktif dari pemerintah, tidak hanya kementerian keuangan, namun
departemen pemerintah yang biasa menerbitkan obligasi seperti kementrian BUMN;
b) mengembangkan variasi struktur sukuk untuk berbagai kepentingan sumber pembiayaan; infrastruktur,
ekspansi bisnis, dsb; c) mengembangkan sukuk global.
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Penelitian
Aspek
|
Ascarya (2010)
|
Hasil
Penelitian
|
Problem
|
1. Kurangnya
pemahaman dari korporasi/emiten
2. Kurangnya
kemampuan dan pemahaman SDM/profesi penunjang
3. Keterbatasan
instrumen yang diperdagangkan
|
1. Lack of understanding
(emiten/korporasi)
2. Insentif
(penunjang)
3. Likuiditas
pasar sekunder (pasar)
|
Solusi
|
1. Dukungan
aktif pemerintah
2. Mengembangkan variasi struktur sukuk untuk berbagai
sumber pembiayaan; infrastruktur,ekspansi bisnis, dsb.
3. Mengembangkan
sukuk global
|
1. Sosialisasi intensif (fundamental)
2. Pengembangan inovasi produk (teknikal)
3. Pemberian insentif (teknikal)
|
Berdasarkan hasil kedua penelitian, kurangnya pemahaman
dari emiten tetap menjadi permasalahan yang harus diperhatikan. Pada hasil penelitian
ini, masalah insentif juga
menjadi hal yang penting karena terkait dorongan terhadap emiten,
sehingga dengan adanya solusi berupa
pemberian insentif khusunya dalam perpajakan diharapkan korporasi memilih sukuk sebagai instrumen pembiayaan.
Masalah selanjutnya adalah likuiditas di
pasar sekunder, dimana tidak banyak transaksi dilakukan. Investor cenderung buy and hold, karena karena ketersediaan
instrumen sukuk relatif sedikit sehingga akan sulit memperolehnya ketika
membutuhkan. Hasil ini mendukung pendapat sebagaimana yang diungkapkan oleh
Rahmany (2010) dimana menurutnya sukuk korporasi belum berkembang karena masih terbatasnya
likuiditas di pasar sekunder, sosialisasi produk syariah juga masih kurang. Permasalahan kurangnya sosialisasi banyak
dinyatakan para responden dalam hasil wawancara juga dinyatakan dalam
penelitian yang dilakukan oleh Ascarya (2010).
Sosialisasi intensif menjadi solusi yang
menjadi prioritas demi menunjang pemahaman dari para pelaku pasar khususnya
emiten. Upaya ini diharapkan tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah namun juga dari pihak swasta maupun asosiasi. Melihat seluruh problem yang ada, menunjukan pula
bahwa permasalahan terbesar berasal dari aspek emiten, penunjang, dan
pasar.
Dari hasil perhitungan tingkat
kesesuaian (rater agreement) antar
responden menunjukan nilai koefisien Kendall’s (W) yang relatif lebih besar
pada responden praktisi dibandingkan dengan pakar, sebagaimana dapat dilihat
pada lampiran 1. Hal itu menunjukan bahwa tingkat kesepakatan pendapat praktisi
lebih besar sehingga dapat memberikan kepercayaan yang lebih. Adapun pendapat
para pakar dengan nilai W yang lebih rendah menunjukan jawaban yang lebih
bervariatif.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitan menunjukan bahwa
permasalahan yang muncul terdiri dari 4 aspek penting yaitu emiten ,investor,
faktor penunjang, dan pasar. Masalah dalam upaya meningkatkan perkembangan sukuk
korporasi secara keseluruhan diuraikan, maka
menghasilkan urutan prioritas: 1) kurangnya pemahaman (lack of understanding) (emiten); 2)Pasar sekunder kurang likuid
(pasar); 3)kurangnya pengetahuan dari (lack
of knowledge) (investor); 4) insentif(penunjang). Sedangkan prioritas
solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan terdiri dari: 1) sosialisasi
intensif; 2) dorongan BUMN; 3) penyempurnaan regulasi perpajakan; 4) inovasi
produk; 5) insentif.
Adapun
tingkat kesesuaian atau persetujuan
antar responden berdasarkan Kendall’s coefficient menunjukan nilai
koefisien Kendall’s (W) yang relatif lebih besar pada responden praktisi
dibandingkan dengan pakar. Hal itu menunjukan bahwa pendapat praktisi memiliki
tingkat kesepakatan yang lebih besar. Dengan demikian, dalam hal memanfaatkan
instrument keuangan sukuk, pendapat dari praktisi menjadi lebih
dipertimbangkan.
5.2
Saran
1. Diharapkan
adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam menunjang dan mendorong
upaya mengembangkan instrument keuangan khususnya sukuk korporasi sebagai
sumber alternatif pembiayaan.
2. Bagi
para pelaku pasar khususnya korporasi diharapkan dapat lebih mengoptimalkan
peranan instrumen syariah dalam mengembangkan industri dalam negeri disertai
peran aktif masyarakat pada umumnya.
3. Melalui
penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian akademik terkait
instrumen sukuk dan Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah
jumlah responden dari pihak-pihak terkait yang berperan dalam implementasi
penerbitan sukuk.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan
terjemahan, Al-Aliyy. 2004. Bandung: CV Diponegoro
Al Zuhayli,
Wahbah, 2001 , “Islamic
Jurisprudence and Its Proofs”. Volume 1, Dar Al-fikr, Damascuss.
Ascarya, 2011,”The
Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The
Case of Indonesia”review of Indonesian
economic and business studies vol.1 LIPI economic research center.
Ascarya, 2010, “The Development Of Islamic Financial
System In Indonesia And The Way Forward”,
paper to be published as Occasional Paper , Bank Indonesia.
Ascarya dan
Yumanita, Diana, 2010,”Determinan dan Persistensi Margin Perbankan Konvensional
dan Syariah di Indonesia” working paper
series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia.
Ascarya dan
Yumanita, Diana. 2007, “Comparing the
Development of Islamic Financial/Bond Market in Malaysia and Indonesia”, paper
presented at IRTI-MI International Conference on Islamic Capital Markets: Products,
Regulation, and Practices with relevance to Banking and Finance, Jakarta, Indonesia.
Ascarya, 2005,“Analytic Network Process (ANP) Pendekatan
Baru Studi Kualitatif”. Makalah disampaikan pada Seminar Intern
Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta
Al Bashir, Muhammad dan Al Amine, Muhammad. 2001,
“The Islamic Bonds Market: Possibilities and Challenges”, International Journal Of Islamic Financial
Services Vol. 3 No.1.
Amir.
Amardin. 2007, Pengaruh SBI, kurs, IHSG, ROA, dan Leg 1 harga obligasi terhadap
harga obligasi konvensional dan syariah, tesis Ekonomi dan Keuangan
Syariah pada Program studi Timur Tengah
dan Islam Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), 2009, Annual
Report, Jakarta: Kementrian Keuangan Republik Indonesia.
Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), Laporan Statistik Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kementrian Keuangan
Republik Indonesia.
Buku
Himpunan Peraturan Pasar Modal Syariah dan Kumpulan Fatwa. 2010. Jakarta:
DSN-Majelis Ulama Indonesia
Dewan Syariah Nasional, 2010, Fatwa Dewan Syariah Nasional No :
76/DSN-MUI/ VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset To Be Leased. Jakarta: Majelis
Ulama Indonesia.
Direktorat
Kebijakan Pembiayaan Syariah. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan. Mengenal Sukuk Instrumen
Investasi dan Pembiayaan Berbasis Syariah.www.dmo.or.id, [online], http://www.dmo.or.id,
Hotml 3 Maret 2011.
Islamic
Financial Services Board, 2009. Capital Adequacy Requirments for Sukuk
Securitisations and Real Estate Investment.
Jobst,
Andreas., et.al. 2008, “ Islamic Bond
Issuance-What Sovereign Debt Managers
Need to Know”. IMF Policy Discussion Paper, Monetary and Capital Markets
Department.
Laldin, Mohamad Akram, 2008, AAOFI Pronouncement on Sukuk, Fiqhi and
Maqasidic Analysis. International
Shari`ah Research Academy for Islamic Finance.
Mandiri Sekuritas, Sukuk Korporasi. Dipresentasikan pada Seminar
Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi
Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011.
M.
Idris, Umar, 2007, “Evaluation of Research Development on the Islamic
Securities (Sukuk)”, mimeo, International
Centre for Education in Islamic Finance. Malaysia.
Nasution, Mulia P. 2006, “Indonesian Sovereign Sukuk :
Prospect and Policy”, presented at
International Conference on Islamic Banking, Capital and
Perusahaan Listrik Negara. Pendanaan
Investasi Ketenagalistrikan dengan Sukuk. Dipresentasikan pada Seminar Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi
Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011.
PSTTI-Universitas
Indonesia. Manajemen Investasi Islam, 2010. Pasar Modal Syariah:Sukuk
Pramono,
Sigit. 2006, “Obligasi Syariah (Sukuk)
untuk Pembiayaan Infrastruktur;Tantangan dan Inisiattif Strategis”. SEBI Research Center.
Rahardjo.
Sapto. 2003, Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rahmany,
Fuad, 2010, Penerbitan Sukuk Korporasi
Masih Rendah.[online], http://www.seputarforex/news.com, Html
5 Maret 2011.
Roikhan, 2009.,
“Perkembangan Transaksi Syariah pada Sukuk/SBSN di Indonesia dan Malaysia dalam
konsep Kaffah Thinking”, makalah pada National Seminar on Sharia
Transaction Research (Transaksi Muamalat Kontemporer Implementasi dan
Tantangannya dalam Inovasi Produk Keuangan Syariah di Indonesia), Jakarta 3
Juni 2009.
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, “Decision Making with the
Analitic Network Process. Economic, Political, Social and Technological
Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks”. Springer. RWS
Publication, Pittsburgh.
Security
Commision Malaysia. 2009, The Islamic Securities
(Sukuk) Market, Selangor Darul Ehsan: Nexis Malaysia
Sukuk
Education, 2011. Global Sukuk Markets.
.[online], http:// www.sukuk.me.com,
html 5 Maret 2011.
Sunarsih. 2008, “Manfaat dan Kelebihan Surat Utang
Negara Syariah (Sukuk) Atas Surat Utang Negara yang Berupa Obligasi
Konvensional Berbasis Bunga”Vol. 2.No.2 Juni.
Tariq, Ali Arsalan . 2004. “Managing
Financial Risks Of Sukuk Structures”,
dissertation , Degree of Masters of
Science at Loughborough University, UK.
Tim Kajian Pasar
Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. 2010. Kajian Pasar Sekunder Efek
Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan.
Tim
Kajian Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritisasi Syariah (Efek
Beragun Aset Syariah).2010. Kementerian Keuangan; BapepamLK
Tim
Kajian Pengembangan Produk Syariah, 2010. Kajian Pengembangan Produk Syariah di
Pasar Modal (Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna). Kementerian
Keuangan; BapepamLK
Tim
Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2010. Kajian Pasar
Sekunder Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. Kementerian Keuangan; BapepamLK
Wulandari, Etty Retno. Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah. Dipresentasikan pada Seminar
Potensi Penerbitan Sukuk Sebagai Sumber Pembiayaan Bagi
Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Jakarta, Mei 2011.
LAMPIRAN
1
GEOMETRIC MEAN
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
ASPEK
|
|||||
Emiten
|
0.37515
|
0.037515
|
Investor
|
0.19142
|
0.019142
|
Problem Emiten
|
Problem Investor
|
||||
Komitmen
|
0.26547
|
0.026547
|
Pengetahuan
|
0.37342
|
0.037342
|
Pemahaman
|
0.46335
|
0.046335
|
Averse to risk
|
0.2323
|
0.02323
|
Averse to risk
|
0.15818
|
0.015818
|
Variasi investor
|
0.19693
|
0.019693
|
Rating perusahaan
|
0.113
|
0.0113
|
Profit oriented
|
0.19735
|
0.019735
|
Penunjang
|
0.2302
|
0.02302
|
Pasar
|
0.20323
|
0.020323
|
Problem Penunjang
|
Problem Pasar
|
||||
Tidak ada insentif
|
0.35845
|
0.035845
|
Dominan konvensional
|
0.09448
|
0.009448
|
Regulasi perpajakan
|
0.20662
|
0.020662
|
Instrumen terbatas
|
0.24834
|
0.024834
|
Sosialisasi
|
0.25561
|
0.025561
|
Nilai issuance rendah
|
0.27743
|
0.027743
|
Pemahaman underwriter
|
0.17932
|
0.017932
|
Pasar sekunder kurang likuid
|
0.37975
|
0.037975
|
SOLUSI
|
|||||
Fundamental
|
0.21237
|
0.021237
|
Technical
|
0.30254
|
0.030254
|
Pendidikan formal
|
0.20939
|
0.020939
|
Inovasi produk
|
0.2818
|
0.02818
|
Sosialisasi intensif
|
0.39768
|
0.039768
|
Insentif
|
0.27757
|
0.027757
|
Mengoptimalkan GCG
|
0.14758
|
0.014758
|
Marketing
|
0.26348
|
0.026348
|
Peran kualitas lemb.penunjang
|
0.24535
|
0.024535
|
Program pelatihan
|
0.17716
|
0.017716
|
Strategi Makro
|
0.2557
|
0.02557
|
Roadmap
|
0.22939
|
0.022939
|
Basis investor domestik&asing
|
0.21267
|
0.021267
|
Regulasi dan pedoman baku
|
0.31249
|
0.031249
|
Dorongan pada BUMN
|
0.31831
|
0.031831
|
Grand design edukasi
|
0.27414
|
0.027414
|
Pendidikan khusus underwriter
|
0.19118
|
0.019118
|
Kompetensi SDM
|
0.24003
|
0.024003
|
Directed market driven
|
0.27784
|
0.027784
|
Konvergensi sharia compliance & best practice global
|
0.17334
|
0.017334
|
|
|
|
|
|
GEOMETRIC MEAN PAKAR
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
|
ASPEK
|
||||||
Emiten
|
0.39994
|
0.066742
|
Investor
|
0.15568
|
0.02598
|
|
Problem Emiten
|
Problem Investor
|
|||||
Komitmen
|
0.34028
|
0.014196
|
Pengetahuan
|
0.27429
|
0.011443
|
|
Pemahaman
|
0.36794
|
0.01535
|
Averse to risk
|
0.20149
|
0.008406
|
|
Averse to risk
|
0.15096
|
0.006298
|
Variasi investor
|
0.22436
|
0.00936
|
|
Rating perusahaan
|
0.14082
|
0.005875
|
Profit oriented
|
0.29986
|
0.01251
|
|
Penunjang
|
0.33453
|
0.055825
|
Pasar
|
0.10985
|
0.018331
|
|
Problem Penunjang
|
Problem Pasar
|
|||||
Tidak ada insentif
|
0.31305
|
0.021767
|
Dominan konvensional
|
0.10959
|
0.00762
|
|
Regulasi perpajakan
|
0.23359
|
0.016242
|
Instrumen terbatas
|
0.35114
|
0.024416
|
|
Sosialisasi
|
0.20393
|
0.01418
|
Nilai issuance rendah
|
0.26743
|
0.018595
|
|
Pemahaman underwriter
|
0.24942
|
0.017343
|
Pasar sekunder kurang likuid
|
0.27184
|
0.018902
|
|
SOLUSI
|
||||||
Fundamental
|
0.20695
|
0.034536
|
Technical
|
0.40285
|
0.067226
|
|
Pendidikan formal
|
0.22281
|
0.025351
|
Inovasi produk
|
0.31512
|
0.043025
|
|
Sosialisasi intensif
|
0.33401
|
0.038004
|
Insentif
|
0.2507
|
0.034229
|
|
Mengoptimalkan GCG
|
0.25347
|
0.02884
|
Marketing
|
0.25571
|
0.034914
|
|
Peran kualitas lemb.penunjang
|
0.18971
|
0.021585
|
Program pelatihan
|
0.17847
|
0.024368
|
|
Strategi Makro
|
0.24132
|
0.040271
|
Roadmap
|
0.14888
|
0.024844
|
|
Basis investor domestik&asing
|
0.16532
|
0.013167
|
Regulasi dan pedoman baku
|
0.25761
|
0.029311
|
|
Dorongan pada BUMN
|
0.36176
|
0.028813
|
Grand design edukasi
|
0.28082
|
0.031952
|
|
Pendidikan khusus underwriter
|
0.23848
|
0.018994
|
Kompetensi SDM
|
0.2144
|
0.024395
|
|
Directed market driven
|
0.23445
|
0.018673
|
Konvergensi sharia compliance & best
practice global
|
0.24716
|
0.028122
|
|
|
|
|
|
|
GEOMETRIC MEAN PRAKTISI
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
Name
|
Normalized by cluster
|
Limiting
|
|
ASPEK
|
||||||
Emiten
|
0.28796
|
0.048054
|
Investor
|
0.23339
|
0.038948
|
|
Problem Emiten
|
Problem Investor
|
|||||
Komitmen
|
0.19784
|
0.008254
|
Pengetahuan
|
0.47351
|
0.019755
|
|
Pemahaman
|
0.55741
|
0.023255
|
Averse to risk
|
0.23538
|
0.00982
|
|
Averse to risk
|
0.15817
|
0.006599
|
Variasi investor
|
0.14791
|
0.006171
|
|
Rating perusahaan
|
0.08658
|
0.003612
|
Profit oriented
|
0.14319
|
0.005974
|
|
Penunjang
|
0.1382
|
0.023062
|
Pasar
|
0.34045
|
0.056813
|
|
Problem Penunjang
|
Problem Pasar
|
|||||
Tidak ada insentif
|
0.38302
|
0.026632
|
Dominan konvensional
|
0.07985
|
0.005552
|
|
Regulasi perpajakan
|
0.21576
|
0.015002
|
Instrumen terbatas
|
0.24827
|
0.017263
|
|
Sosialisasi
|
0.30307
|
0.021073
|
Nilai issuance rendah
|
0.22469
|
0.015623
|
|
Pemahaman underwriter
|
0.09816
|
0.006825
|
Pasar sekunder kurang likuid
|
0.44719
|
0.031094
|
|
SOLUSI
|
||||||
Fundamental
|
0.16176
|
0.026994
|
Technical
|
0.28284
|
0.0472
|
|
Pendidikan formal
|
0.22511
|
0.025613
|
Inovasi produk
|
0.35213
|
0.048079
|
|
Sosialisasi intensif
|
0.47313
|
0.053833
|
Insentif
|
0.28217
|
0.038527
|
|
Mengoptimalkan GCG
|
0.11702
|
0.013315
|
Marketing
|
0.20302
|
0.027719
|
|
Peran kualitas lemb.penunjang
|
0.18474
|
0.02102
|
Program pelatihan
|
0.16268
|
0.022211
|
|
Strategi Makro
|
0.30441
|
0.0508
|
Roadmap
|
0.25099
|
0.041884
|
|
Basis investor domestik&asing
|
0.30073
|
0.023952
|
Regulasi dan pedoman baku
|
0.40765
|
0.046382
|
|
Dorongan pada BUMN
|
0.24217
|
0.019288
|
Grand design edukasi
|
0.27389
|
0.031163
|
|
Pendidikan khusus underwriter
|
0.13281
|
0.010578
|
Kompetensi SDM
|
0.1605
|
0.018262
|
|
Directed market driven
|
0.32428
|
0.025828
|
Konvergensi sharia compliance & best
practice global
|
0.15796
|
0.017973
|
|
|
|
|
|
|
KENDALL’S COEFFICIENT OF
CONCORDANCE (W)
Respondent
|
Wp
|
Respondent
|
We
|
Respondent
|
Wt
|
ASPEK
|
|||||
Praktisi
|
0.213
|
Pakar
|
0.676
|
Total
|
0.154
|
|
|||||
Problem Emiten
|
Problem Investor
|
||||
Praktisi
|
0.668
|
Praktisi
|
0.388
|
||
Pakar
|
0.584
|
Pakar
|
0.146
|
||
Total
|
0.613
|
Total
|
0.137
|
||
Problem Penunjang
|
Problem Pasar
|
||||
Praktisi
|
0.328
|
Praktisi
|
0.68
|
||
Pakar
|
0.1
|
Pakar
|
0.34
|
||
Total
|
0.097
|
Total
|
0.475
|
||
SOLUSI
|
|||||
Praktisi
|
0.212
|
Pakar
|
0.328
|
Total
|
0.017
|
|
|||||
Fundamental
|
Technical
|
||||
Praktisi
|
0.452
|
Praktisi
|
0.123
|
||
Pakar
|
0.1
|
Pakar
|
0.188
|
||
Total
|
0.189
|
Total
|
0.055
|
||
Strategy Makro
|
Roadmap
|
||||
Praktisi
|
0.232
|
Praktisi
|
0.428
|
||
Pakar
|
0.222
|
Pakar
|
0.036
|
||
Total
|
0.082
|
Total
|
0.093
|
(Penulis: Nila Dewi. Konsultan pada SMART Consulting)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar